Kizuna Trip to Japan
Keberangkatan, 17 Februari 2013
Tanggal 17 Februari 2013 adalah hari menuju keberangkatan ke negeri sakura telah tiba. Setelah melalui proses persiapan yang cukup panjang untuk keberangkatan, hari ini kami para pemenang The Big Six Youth Competition for Disaster Education yang diselenggarakan oleh Japan Foundation dan LIPI Desember 2012 lalu yang berhak ke Jepang akhirnya memulai perjalanannya.
Saya berasal dari tim EGO (Eepis Green Organization) dari PENS. Selain EGO, terdapat 5 tim lain yang ikut dalam Kizuna ini, diantaranya : HIMAPSI (himpunan Mahasiswa Psikologi) dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Korsa (Salman ITB volunteer Corps For Humanity) dari Institut teknologi Bandung, PMR Mania dari Universitas Gadjah Mada Jogjakarta, BFM (Book For Mountain) juga dari Universitas Gadjah Mada Jogjakarta, dan terakhir Situlung Tulung Team dari Universitas Hasanuddin Makassar. Kami semua berada di Kelompok D pada rombongan kali ini, Kelompok A dan B merupakan siswa SMA sedangkan C dan D merupakan mahasiswa.
On the flight, 18 Februari 2013
“Hamparan lautan awan tersaji dari jendela. Dari peta penerbangan yang terpampang di layar monitor di hadapanku, aku tahu saat ini tengah berada di atas samudera Pasifik. Sekitar 200 km sebelum aku menginjakkan kakiku di Jepang. Di ufuk timur cakrawala, semburat jingga terpancar dari balik lautan awan. Meski demikian, laporan cuaca mengatakan, suhu di luar pesawat sekitar -6 derajat Celcius. Jarak 5900 km ditempuh selama 7 jam, hingga aku akhirnya tiba di bandara Narita nanti. Karena naik Japan Air Lines yang punya trayek Jakarta-Tokyo pp, tidak ada adegan transit dalam catatan perjalanan ini. Pulau Honshu, pulau utama di kepulauan Jepang, tampak dari ketinggian 10.000 kaki. Sudah tidak bersalju rupanya. Semoga tidak terlalu dingin. Kalaupun dingin, aku sudah siap dengan jaket tebal kok. Bersambung, tanda safety belt dah nyala, dah mau landing. 06:58 WaKamSe (Waktu Kampung Setempat)” – Fery ‘Prass’ Prasetyo, anggota kelompok D
Ungkapan itulah yang kami rasakan ketika kami melihat keluar jendela pada pagi hari diatas pesawat yang membawa kami ke Jepang.
Dan akhirnya kami tiba di Narita International Airport.Sesudah itu, kami langsung berangkat ke Harumi Grand Hotel, Tokyo, untuk mengikuti orientasi pada 14:00 waktu setempat. Jam 5 sore akhirnya mengakhiri orientasi pengenalan budaya dan jadwal padat yang akan kami lakukan. Pukul enam kami berjalan ke restaurant untuk makan.
Start, 19 Februari 2013
Kuliah Prof. Yoshichika Kubo dari Meiji University mengawali agenda pertama. Beliau memulai perkuliahan dengan pemaparan gempa dahsyat Kobe 1995 yang mengilhami kesepakatan internasional tentang kerangka aksi bencana, yang disepakati di Hyogo pada tahun 2005 (Hyogo Framework 2005).
Gempa 11 Maret 2011 merupakan bencana yang lebih dahsyat dari gempa Kobe 1995, dengan kekuatan gempa mencapai skala 7 Sindo. Teman-teman, Sindo merupakan skala gempa, layaknya SR (Skala Richter), yang khusus digunakan masyarakat Jepang. Tingkatannya dari kecil ke besar yakni: Sindo 1, Sindo 2, Sindo 3, Sindo 4, Sindo 5 bawah, Sindo 5 atas, Sindo 6 bawah, Sindo 6 atas, dan skala tertinggi adalah Sindo 7. Skala ini dibuat berdasarkan getaran yang dirasakan oleh korban, Sindo 7 setara 8-9 SR.
Di setiap sekolah di Jepang, kini sudah dilakukan pelatihan-pelatihan untuk evakuasi bencana. Bahkan, disediakan pula ruangan khusus sebagai tempat penyimpanan logistik seperti air, makanan instan, dan selimut. Selain itu, struktur bangunan di Jepang harus tahan gempa, sampai-sampai ada Undang-Undang tentang bangunan tahan gempa.
Resilience Formed from Tradition, 20 Februari 2013
Kuliah Mr. Tosuyuki Izuka mengawali agenda KIZUNA hari ini. Izuka memaparkan gempa dan tsunami 11 Maret 2011 yang berkekuatan 7 Sindo (sekitar 9,0 SR) tersebut, memiliki titik pusat di semenanjung Ojika dengan radius destruksi hingga 24 km. Imbasnya terjadi amblesan tanah (likuifaksi, tanah ambles) di beberapa daerah di Jepang, salah satunya adalah kota Kashima, prefektur Ibaraki, yang mengalami kerugian 92 Miliar Yen.
Usai kuliah pukul 09:30 waktu setempat, delegasi dipersilakan mengobservasi kawasan kuil Shinto Kashima Jingu di Kashima. Gempa 2 tahun yang lalu mengakibatkan beberapa titik di areal kuil ini rusak. Bahkan, tori (pintu gerbang kuil) dari beton seberat 100 ton pun rubuh dan kini sedang dalam tahap rekonstruksi. Kuil Shinto Kashima Jingu yang dibangun ratusan tahun lalu ini ternyata memiliki konstruksi bangunan tahan gempa, dengan bahan penyusun utama berupa batu dan kayu.
Dari kunjungan ini, kami mengetaui satu hal, ketangguhan Jepang menghadapi bencana tidak hanya dari teknologi, tradisi juga memberikan mereka semangat untuk mengadapi bencana
Community on Disaster Recovery, 21 Februari 2013
Menikmati kondisi sungai Onogawa dan kota tua Katori pasca bencana menjadi menu utama pagi ini. Lokasi tepatnya di Kota Air Sawara, prefektur Chiba. Pemerhati lingkungan kota Sawara dan Sungai Onogawa, Mr. Sato mengatakan, sungai Onogawa dan kota Katori menjadi saksi kejayaan kota Sawara, The Little Edo (Kota Edo kecil). Kota Edo yang termasyhur kini bernama Tokyo.
Sejak 1996, sungai Onogawa dan kota tua Katori di Sawara diakui pemerintah Jepang sebagai area cagar budaya. Bencana 2011 lalu mengakibatkan 6000 rumah mengalami kerusakan. Bukan sekadar kerusakan fisik, perekonomian dan pamor kota Sawara pun menurun drastis dengan adanya isu radiasi nuklir. Kini, proses rekonstruksi terus berlanjut. Rumah-rumah cagar budaya berbahan baku kayu dan lumpur sidegura kembali dibangun.
My Birthday and Disaster Management on Industrial Area, 22 Februari 2013
Kebetulan hari ini merupakan ulang tahun saya, terima kasih kepada Tuhan untuk hidup dan pencapaian yang sudah saya dapatkan sampai sekarang. Ok, saya tidak perlu membahas lagi masalah ulang tahun ini karena akan dirayakan namun tidak pada pada hari ini namun 2 hari sebelum pulang nanti karena kelompok kami baru mengetahuinya agak terlambat (suatu kebahagian tersendiri bagi saya). Kembali ke KAO.
Secara beragam produk rumah tangga Kao mudah sekali ditemui di Indonesia. Staff Kao, Ms. Togashi Chikako menyebutkan pada mulanya Kao berdiri di Tokyo 120 tahun yang lalu, dengan mayoritas produksinya berupa peralatan rumah tangga. Kini dengan 35.000 karyawan, produk Kao merambah dunia internasional. Termasuk Indonesia yang memiliki pabrik Kao di Karawang.
Chikako memaparkan bahwa pabrik Kao turut serta dilanda tsunami Maret 2011 lalu. Untungnya, konstruksi bangunan pabrik dibuat sedemikian rupa, sehingga tsunami setinggi 6,5 m dampaknya hanya merendam pabrik setinggi 0,5 m. Proses rekonstruksinya pun berjalan cepat, pertengahan Mei seluruh operasionalnya sudah berjalan normal.
Say Hello to Itako High School, 23 Februari 2013
SMA Itako adalah salah satu SMA yang terkena gempa 11 Maret. 480 Siswa dan Guru serta karyawan disini merpakan korban gempa. Masih berbekas beberapa memori buruk tentang gempa Sindo 7 itu. Kami disini sempat untuk mencoba beberapa tradisi Jepang. Saya mencoba panahan, atau yang disebut Kyūdō.
Special Moment, Special Tea, 24 Februari 2013
Kali ini kami berkesempatan mencoba the hijau beserta upcaranya. Cukup susah untuk mengikuti upacara yang seharusnya sakral ini, pada upacara sebenarnya kita harus duduk sesuai aturan Jepang dan meminumnya dengan tradisi yang ada. Teh hijau memiliki efek untuk menenangkan, untuk itu semapat juga disajikan saat setelah gempa 11 Maret dulu sebagai salah satu media untuk menenangkan korban.
Learn from Expert, 25 Februari 2013
Honjo Bosaikan adalah Honjo Life Safety Learning Center. Honjo Bosaikan menyediakan fasilitas belajar mulai dari games kebencanaan edukatif, kids arena, serta beragam simulasi kebencanaan. Kali ini delegasi Indonesia diajak untuk melakukan simulasi gempa Sindo 7 (sindo adalah skala gempa di Jepang, layaknya skala Richter), simulasi penggunaan APAR pertolongan pertama, dan simulasi ketika banjir datang.
Last Day, Tech day, 26 Februari 2013
Hari terakhir kami berada di Panasonic Center, Risupia, semacam wahana sains. Cukup menyenang kan berada disini. Disini kami mempelajari banyak hal, banyak tekologi baru yang mungkin harus segera diterapkan di Indonesia, seperti eco green house, dan hybrid car dan sebagainya
dan satu lagi hasil dari Panasonic Center